Oleh-oleh dari Kota Pahlawan
Gambar 1. patung ikan Sura dan Buaya |
Berburu
piala, itulah petualangan yang menyenangkan bagiku. Petualangan ini bukan yang
pertama tetapi selalu ada cerita yang berbeda disetiap tempat yang aku
kunjungi, selalu ada yang spesial dari setiap perjalanan. Aku masih ingat ketika
bercanda dengan teman di kampus, aku bilang, “Belum pernah nih berkunjung ke
Airlangga, semoga ada kesempatan”.
Akhirnya kesempatan untuk menjelajahi Surabaya pun ada, FIK UNAIR
mengadakan lomba KTI dalam rangka dies ke 14nya dan aku menjadi salah satu
finalisnya.
Berangkat
ke Surabaya naik kereta Sri Tanjung dengan tiket seharga Rp 90.000,00 dari
stasiun lempuyangan jam 7.29. (harga tiket ini dibeli pada tanggal 13 Juni
2013). Kalo sekarang harga tiketnya Rp 50.000,00 (tanggal 30 November 2013).
Sekitar pukul 13.00 kereta sampai di stasiun Gubeng Baru. Aku tidak sendiri,
ada Mbak Nila, dan 3 adik kelasku. Kami kemudian dijemput oleh panitia. Dari
stasiun menuju ke penginapan terlihat deretan bangungan megah dan tinggi di
kiri-kanan jalan dengan arsitektur bangungan khas kota metropolitan.
Gambar 2. Lambang Universitas Airlangga |
Mengawali
petualangan dengan berkunjung ke Universitas Airlangga, tepatnya ke Fakultas
Keperawatannya. UNAIR memilki 3 wilayah kampus yaitu kampus A, kampus B, dan
kapus C. Kampus Keperawatan Universitas Airlangga ada di kampus C bersama
dengan rumah sakit akademik, kantor pusat, dan tentunya danau unair beserta
patung Airlangga yang megah.
Usai
menjalankan rutinitas perlombaan yaitu presentasi KTI, kami diajak berkeliling
melewati patung Bung Tomo(pahlawan Indonesia yang menyerukan merdeka atau
mati), melewati gerbang masuk Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
Surabaya, dan melewati beberapa mal besar di Surabaya. Pusat perbelanjaan di
Surabaya sudah seperti perguruan tinggi kalo di Yogyakarta, setiap tempat ada.
Kami kemudian diajak makan ke sebuah tempat makan yang menjual berbagai macam
penyetan, masakan padang, rawon, dan beberapa sayur. Tempat makan ini adalah
tempat makan yang sering dikunjungi mahasiswa Airlangga. Bisa diduga sambel
penyetan di sana puedesse puol
(istilah jawa timur untuk menyatakan bahwa sangat pedas).
Gambar 3. Lontong Balap |
Tidak
jauh beda dengan UGM, Minggu pagi di Airlangga rame dengan orang-orang yang
berolahraga dan ada yang jualan. Kebanyakan penjual menjual makanan dan penjual
disana tidak sebanyak yang ada di Sunmor. Minggu pagi di Surabaya, aku sarapan
lontong balap. Menurut cerita ini merupakan makanan khas Surabaya. Lontong
balap terdiri dari potongan lontong, tauge rebus, sambel petis, tepung dan
tumbar yang digoreng kering kemudian disiram dengan kuah bening seperti kuah
sop dan ditaburi bawang merah goreng. Pertama kali melihat makanan ini mungkin
orang akan bertanya-tanya bagaimana rasanya sambel petis yang bercampur dengan
kuah sop. Dari indra pencecapku, makanan
ini seperti tahu kupat atau tahu guling dengan tambahan terasi tanpa siraman
kecap. Sayangnya makanan lontong balap sedikit kurang pas untuk aku yang tidak
suka dengan petis dan rasa pedas. Tetapi bagi mereka yang suka sambel petis,
dan rasa pedas, ini adalah makanan yang nikmat untuk dicoba ketika berkunjung
ke Harga lontong balap pun tidak terlalu mahal
dengan uang kurang dari 10.000, lezatnya lontong balap dan es jeruk bisa
dinikmati. Pelanggang lontong balap minggu pagi yang mangkal di gerbang
universitas Airlangga ini cukup banyak, bahkan ada pelanggang dari luar kota
yang memang sering membelinya ketika berkunjung ke Surabaya.
Setiap
perjalanan untuk mendapatkan piala tentu harus ada cerita tetang siapa
pemenangnya, ditengah acara seminar, pemenang KTI kemudian di umumkan. Sungguh
hal yang luar biasa, mbak Nila dan aku menjadi salah satu pemenangnya. Piala
dari kota Pahlawan mejadi piala pertama yang aku dapatkan dengan usaha penuh dari
ide awal, proses penyusunan hingga tanya jawab pada sesi presentasi. Usai seminar
dan penyerahan hadiah, kami diajak main di danau universitas dan patung
Airlangga. Naluri narsis dari peserta-peserta lomba pun akhirnya muncul, kami
berfoto-foto dengan berbagai gaya layaknya model kelas dunia.
Gambar 4. Foto Peserta Kegiatan |
Pada
Akhirnya, Kota Pahlawan menjadi kota yang banyak memberikanku oleh-oleh ilmu
dan pengalaman berharga. Kalo dahulu ke Surabaya hanya sempat melihat dari
balik kaca kendaraan dan makan soto di terminal Bungur Asih. Setidaknya
sekarang Aku pernah pula merasakan panasnya udara kota metropolitan terbesar
kedua di Indonesia tersebut di beberapa tempat. Jalan Tunjungan yang melegenda
melalui lagu pernah juga kulewati dengan jalan kaki.
0 komentar :
Posting Komentar