Selama dekade terakhir,
banyak bermunculan institusi yang membuka program keperawatan baik setingkat S1
maupun D3 dan belum semua institusi tersebut terakreditasi. Jumlah institusi
keperawatan sampai dengan tahun 2012 yang terdaftar dalam Asosiasi Institusi
Pendidikan Ners Indonesia telah mencapai 220 institusi. Hampir setiap kota
memiliki institusi yang membuka program keperawatan, seperti di Daerah Istimewa
Yogyakarta saja terdapat sekitar 18 institusi keperawatan. Akibat banyaknya
institusi yang memiliki program keperawatan yang belum terakreditasi kualitas lulusannya belum bisa dijamin baik. Memang
tidak dipungkiri kebutuhan perawat di Indonesia dan dunia masih kurang. Namun,
bukan berarti setiap institusi bisa dengan mudah membuka program keperawatan.
Karena keperawatan merupakan profesi yang ditujukan ke berbagai respon individu
dan keluarga terhadap masalah yang dihadapinya. Tindakan yang dilakukannya pun
dapat mempengaruhi nyawa seorang manusia. Perawat bukan pekerjaan yang bisa
dilakukan dengan hanya kursus atau pendidikan singkat.
Selain banyaknya
institusi keperawatan, di Indonesia sendiri kiblat institusi yang memiliki
program keperawatan ada 2 yaitu apabila institusi tersebut merupakan perguruan
tinggi maka peraturan yang dipergunakan mengacu pada direktorat jendral perguruan
tinggi yang berada di bawah naungan kementrian pendidikan, sedangkan apabila
berupa sekolah tinggi kesehatan, akademi keperawatan atau politeknik kesehatan
peraturan yang dipergunakan mengacu pada kementrian kesehatan. Dengan 2 kiblat
pendidikan, lulusan perawat setiap institusi memiliki kompetensi praktik
keperawatan yang berbeda.
Praktik keperawatan
menurut Canadian Nurses Association
didefinisikan hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan di mana
perawat membantu klien untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan optimalnya.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat harus mampu menyusun asuhan
keperawatan klien sebagai kompetensi dasar. Asuhan keperawatan merupakan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, menentukan diagnosa, menyusun rencana
tujuan dan rencana intervensi, implementasi, lalu evaluasi. Tahap ke empat dari
proses keperawatan dalam asuhan keperawata, perawat melakukan tindakan dengan ketrampilan yang
dimiliki untuk menyelesaikan masalah. Selama ini, ujian yang diberlakukan untuk
menguji kemampuan calon perawat dalam menguasai ketrampilan keperawatan belum
memiliki standar yang sama. Oleh karena itu, outcome tindakan juga berbeda.
Dalam
upaya memperbaiki standar kompetensi yang harus dimiliki perawat profesional,
kita perlu mengadakan uji kompetensi nasional tertulis dan Objective Structured
Clinical Examination(OSCE). OSCE sebagai salah satu jenis ujian
ketrampilan yang diinisiasi oleh Harden sejak tahun 1975 perlu diikut sertakan dalam
uji kompetensi nasional perawat karena perawat harus pula memiliki ketrampilan
yang memadai untuk melakukan praktik keperawatan yang profesional. Pelaksaan
OSCE akan memperlihatkan kemampuan kognitif dan afektif dari perawat. Dalam
OSCE, calon perawat akan dituntut untuk bisa melakukan tindakan keperawatan
dengan prinsip yang benar dalam waktu yang singkat. Kelebihan-kelebihan penggunaan
OSCE adalah akan diketahuinya kompetensi calon perawat dalam komunikasi
terapeutik, kecekatan calon perawat dalam melakukan ketrampilan keperawatan, critical thingking calon perawat dalam
memanagemen alat maupun waktu, dan secara tidak langsung dapat mengevaluasi
keberhasilan kurikulum yang diberlakukan di institusi keperawatan. Maka dari
itu demi adanya perawat yang profesional, uji kompetensi untuk mendapatkan
praktek kerja bukan hanya tertulis tetapi perlu ujian ketrampilan
keperawatan karena tindakan perawat berkaitan
dengan nyawa seorang manusia. Sehingga setiap mahasiswa keperawatan harus siap
uji kompetensi dan siap OSCE untuk siap menjadi perawat yang professional. (Mutik Sri Pitajeng/pitajeng@gmail.com)
0 komentar :
Posting Komentar